Analisa
dan Perbandingan Kitab Kejadian 1:11-13 dengan
Kisah
Penciptaan Tumbuh-tumbuhan dalam Budaya Jawa
I.
Pengantar
Manusia dalam
kebudayaannya mempunyai ciri khas masing-masing. Kebudayaannya itu dapat
menghantarakan manusia pada sesuatu yang transenden, dan mulai mencari-cari
makna dari hidupnya itu. Maka manusia mulai menyusun berbagai kisah yang dapat
memberikan penghayatan bagi kehidupannya. Kisah penciptaan tumbuh-tumbuhan
merupakan salah satu kisah dari sekian banyak kisah penciptaan dalam budaya Jawa.
Kisah ini dapat menghantarkan penghayatan kepercayaan orang jawa pada sesuatu
yang Ilahi.
Kitab Kejadian Bab 1
juga memiliki kisah penciptaan yang berasal dari tradisi P (Imam) juga memuat
iman kepercayaan orang Yahudi akan kekuatan yang Ilahi yang berasal dari satu
Allah. Bila dibandingkan kisah penciptaan dalam budaya Jawa dan dalam Kitab Kejadian,
akan membuka pengertian baru dalam diri kita, bahwa kisah penciptaan itu memberikan
jawaban pada manusia atas asal-usul kehidupannya di dunia ini. Maka paper ini
akan mengulas lebih jauh perbandingan kedua kisah tersebut, agar semakin jelas
ditemukan keunikan masing-masing kisah, sambil tetap merefleksikannya dalam
pemikiran Katolik.
II. Kisah
Kisah Penciptaan Tumbuh-tumbuhan dalam Budaya Jawa[1]
Dahulu kala di Kahyangan, Batara Guru yang menjadi penguasa
tertinggi kerajaan langit, memerintahkan segenap dewa dan dewi untuk
bergotong-royong, menyumbangkan tenaga untuk membangun istana baru di
kahyangan. Siapapun yang tidak menaati perintah ini dianggap pemalas, dan akan
dipotong tangan dan kakinya. Mendengar titah Batara Guru, Antaboga (Anta) sang
dewa ular sangat cemas. Betapa tidak, ia samasekali tidak memiliki tangan dan
kaki untuk bekerja.
Jika harus dihukum pun, tinggal lehernyalah yang dapat
dipotong, dan itu berarti kematian. Anta sangat ketakutan, kemudian ia meminta
nasihat Batara Narada, saudara Batara Guru, mengenai masalah yang dihadapinya.
Tetapi sayang sekali, Batara Narada pun bingung dan tak dapat menemukan cara
untuk membantu sang dewa ular. Putus asa, Dewa Anta pun menangis tersedu-sedu
meratapi betapa buruk nasibnya.
Akan tetapi ketika tetes air mata Anta jatuh ke tanah,
dengan ajaib tiga tetes air mata berubah menjadi mustika yang berkilau-kilau
bagai permata. Butiran itu sesungguhnya adalah telur yang memiliki cangkang
yang indah. Barata Narada menyarankan agar butiran mustika itu dipersembahkan
kepada Batara Guru sebagai bentuk permohonan agar beliau memahami dan
mengampuni kekurangan Anta yang tidak dapat ikut bekerja membangun istana.
Dengan mengulum tiga butir mustika, Anta pun berangkat
menuju istana Batara Guru. Di tengah perjalanan, Anta bertemu dengan seekor
burung gagak yang kemudian menyapa Anta. Karena mulutnya penuh berisi telur
Anta hanya diam tak dapat menjawab pertanyaan si burung gagak. Sang gagak
mengira Anta sombong sehingga ia amat tersinggung. Burung hitam itu pun
menyerang Anta yang panik. Akibatnya sebutir telur mustika itu pecah. Anta
segera bersembunyi di balik semak-semak menunggu gagak pergi. Tetapi sang gagak
tetap menunggu hingga Anta keluar dari rerumputan dan kembali mencakar Anta.
Telur kedua pun pecah, Anta segera melata beringsut lari ketakutan
menyelamatkan diri, kini hanya tersisa sebutir telur mustika yang selamat, utuh
dan tidak pecah.
Akhirnya Anta tiba di istana Batara Guru dan segera
mempersembahkan telur mustika itu kepada sang penguasa kahyangan. Batara Guru
dengan senang hati menerima persembahan mustika itu. Akan tetapi setelah
mengetahui mustika itu adalah telur ajaib, Batara Guru memerintahkan Anta untuk
mengerami telur itu hingga menetas. Setelah sekian lama Anta mengerami telur
itu, maka telur itu pun menetas. Akan tetapi secara ajaib yang keluar dari
telur itu adalah seorang bayi perempuan yang sangat cantik, lucu, dan
menggemaskan. Bayi perempuan itu segera diangkat anak oleh Batara Guru dan
permaisurinya.
Nyi Pohaci Sanghyang Sri adalah nama yang diberikan kepada
putri itu. Seiring waktu berlalu, Nyi Pohaci tumbuh menjadi seorang gadis yang
cantik luar biasa. Seorang putri yang baik hati. Setiap mata yang memandangnya,
dewa maupun manusia, segera jatuh hati pada sang dewi. Akibat kecantikan yang
mengalahkan semua bidadari dan para dewi khayangan, Batara Guru sendiri pun
terpikat kepada anak angkatnya itu. Diam-diam Batara guru menyimpan hasrat
untuk mempersunting Nyi Pohaci. Melihat gelagat Batara Guru itu, para dewa
menjadi khawatir jika dibiarkan maka skandal ini akan merusak keselarasan di
kahyangan. Maka para dewa pun berunding mengatur siasat untuk memisahkan Batara
Guru dan Nyi Pohaci Sanghyang Sri.
Untuk melindungi kesucian Nyi Pohaci, sekaligus menjaga
keselarasan rumah tangga sang penguasa kahyangan, para dewata sepakat bahwa tak
ada jalan lain selain membunuh Nyi Pohaci. Para dewa mengumpulkan segala macam
racun paling mematikan dan segera membubuhkannya pada minuman putri. Nyi Pohaci
segera mati, para dewa pun panik dan ketakutan karena telah melakukan dosa
besar membunuh gadis suci tak berdosa. Segera jenazah sang dewi dibawa turun ke
bumi dan dikuburkan ditempat yang jauh dan tersembunyi.
Lenyapnya Dewi Sri dari kahyangan membuat Batara Guru, Anta,
dan segenap dewata pun berduka. Akan tetapi sesuatu yang ajaib terjadi, karena
kesucian dan kebaikan budi sang dewi, maka dari dalam kuburannya muncul
beraneka tumbuhan yang sangat berguna bagi umat manusia. Dari kepalanya muncul
pohon kelapa; dari hidung, bibir, dan telinganya muncul berbagai tanaman
rempah-rempah wangi dan sayur-mayur; dari rambutnya tumbuh rerumputan dan
berbagai bunga yang cantik dan harum; dari payudaranya tumbuh buah buahan yang
ranum dan manis; dari lengan dan tangannya tumbuh pohon jati, cendana, dan
berbagai pohon kayu yang bermanfaat; dari alat kelaminnya muncul pohon aren
atau enau bersadap nira manis; dari pahanya tumbuh berbagai jenis tanaman
bambu, dan dari kakinya mucul berbagai tanaman umbi-umbian dan ketela; akhirnya
dari pusaranya muncullah tanaman padi, bahan pangan yang paling berguna bagi
manusia.
III.
Ulasan
Kisah Penciptaan Tumbuh-tumbuhan dalam Budaya Jawa
a.
Bagian
Pertama
Cerita mengisahkan suatu keadaan masyarakat yang
mempunyai hirarki dan mempunyai aturan-aturan. Struktur kepemimpinan lebih
menyerupai suatu kerajaan, karena cerita memberikan penjelasan tempat tinggal,
yaitu suatu istana. Pemimpin yang paling tinggi bernama Batara Guru. Otoritas
tertinggi ada padanya, dan dia berhak memberikan perintah kepada siapa saja,
dan dewa-dewi bawahannya harus mematuhi perintahnya.
Ada
sang dewa ular yang bernama Antaboga. Dia merasa tidak akan dapat selalu
mematuhi perintah Batara Guru, karena keterbatasan dirinya. Anta mengalami
suatu konflik dalam dirinya. Jika ia tidak mematuhi perintah, maka hanya tinggal
lehernya yang akan dipotong. Airmatanya yang jatuh telah menjadi
butiran-butiran mustika. Perubahan tetesan air mata menjadi mustika tidaklah
terlalu jelas. Bisa dikatakan bahwa ada suatu kuasa lain yang dapat menjanjikan
pengharapan baru akan hidup Anta. Bagian pertama ini, ditampakkan unsur
kegalauan dari nasib dewa ular. Konflik muncul lagi disaat Anta sedang membawa
mustika itu. Mustika yang tersisa tinggal satu. Inti dari bagian pertama ini
adalah menceritakan kegalauan seorang dewa ular, yang akhirnya dianugerahi
dengan suatu peristiwa yang membawa kehidupan baginya. Disaat merasa tak
berdaya, dan merasa tak ada gunanya, disitulah ditemukan arti dalam diri kita.
b.
Bagian
Kedua
Dikisahkan dewa Anta tiba di istana dan
mempersembahkan mustika yang rupanya telur itu kepada Batara Guru. Dari telur
itu keluarlah anak gadis dan diberi nama Nyi Pohaci Sang Hyang Sri. Nyi Pohaci
diperebutkan oleh para dewa, hinga ada kesepakatan untuk membunuhnya. Nyi
Pohaci dubunuh dan jasadnya dibuang ke sungai.
Hawa nafsu rupanya sesekali menyelinap dalam diri
para dewa. Nyi Pohaci diperebutkan oleh para dewa dan manusia. Manusia telah
ada dan menjadi bagian kehidupan dari para dewa-dewi. Skandal memuncak pada
keinginan Batara Guru untuk mempersunting anak angkatnya sendiri. Tak ada jalan
lain, Nyi Pohaci akhirnya dibunuh.
Nyi Pohaci Sang Hyang Sri adalah gadis yang baik
hati. Kehidupan dan kematiannya telah membawa suatu perubahan besar dalam
khayangan. Sikap ini memunculkan 2 ekstrim yang saling bertentangan, yaitu
ketulusan dan kejahatan. Meskipun konflik masih terus berlangsung dan diakhiri
dengan kematian Nyi Pohaci, benih-benih kebaikan Nyi Pohaci masih tersimpan
dalam jasad Nyi Pohaci.
c.
Bagian
Ketiga
Kehidupan baru telah
dimulai. Wujud dari kehidupan ini adalah tumbuh-tumbuhan. Tampaknya sebelum
jenasah Nyi Pohaci dibuang ke bumi, manusia selalu berharap akan jaminan
kehidupannya kepada dewa-dewi. Tumbuhan yang muncul dari jasad Nyi Pohaci ini
telah membawa harapan baru akan hidup manusia. Jelas bahwa bumi sudah ada lebih
dulu, dan 2 unsur yang menyelimuti bumi, yaitu tanah dan air ada di dalamnya.
Maka, tumbuh-tumbuhan yang muncul itu pasti dipengaruhi oleh tanah dan air. Maka
apabila tumbuh-tumbuhan itu mati, maka akan kembali kepada dua unsur yang
mempengaruhi penciptaan itu, yaitu air dan tanah[2].
IV.
Kejadian
1: 11-13
Kitab Kejadian adalah sebuah Kitab yang bagi
orang-orang Israel berfungsi sebagai pengingat asal usul keluarga mereka
melalui garis keturunan Abraham, Ishak dan Yakub. Kitab Kejadian juga menyangkut
asal mula alam semesta.[3]
Kisah penciptaan ini bersifat naratif yang menguraikan ciptaan dan mempunyai ciri
yang kental dalam budaya dunia timur. Bab satu menguraikan ciptaan dunia oleh
Elohim didalam enam hari atas sabdaNya, dan mencakup penciptaan manusia pada
hari yang keenam. Hari ketujuh adalah hari yang ditetapkan Tuhan sebagai hari
yang kudus, karena pada hari yang ketujuh, Ia berhenti dari segala pekerjaan
penciptaan yang dibuatnya itu (Kej. 2:2-3).
Kisah penciptaan dari Bab 1 terdiri atas delapan
tindakan penciptaan dalam enam kerangka hari yang diikuti hari ketujuh, hari
beristirahat. Kejadian bab 1 dibagi atas dua bagian, masing-masing mempunyai 3
kisah. Hari pertama (Kej. 1:3-5), membagi gelap dan terang; hari kedua (Kej. 1:6-8),
membagi perairan dan langit; hari ketiga ( Kej. 1:11-13), membagi laut dari
daratan. Hari keempat sampai hari keenam terdapat pada pembagian yang kedua,
dan menempati tiap-tiap peristiwa pada hari pertama sampai hari ketiga. Hari keempat
(Kej. 1:14-19), yang mengisahkan penciptaan benda-benda penerang menempati
kisah penciptaan pada hari pertama; hari kelima (Kej. 1:20-23), yang
mengisahkan penciptaan burung-burung dan ikan menempati peristiwa penciptaan
pada hari yang kedua, yaitu penciptaan air dan langit. Hari keenam (Kej.
1:26-28), binatang dan manusia ditempatkan pada daratan di hari yang ke tiga.[4]
Hari ke tiga akan dibahas lebih lanjut karena
sebagai perbandingan atas penciptaan tumbuh-tumbuhan dalam budaya jawa,
Kejadian 1: 11-13
Berfirmanlah Allah: “Hendaklah tanah
menumbuhkan tunas-tunas muda yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang
menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi.” Dan
jadilah demikian. Tanah itu menumbuhkan
tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala
jenis pohon-pohonan yang menghsailkan buah yang berbiji. Allah melihat bahwa
semuanya itu baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari ke tiga.[5]
Ayat-ayat pembuka sebelumnya mengemukakan Allah
sebagai pelaku utama. Kejadian satu juga menerangkan bahwa sebelum tindakan
Allah, dunia belum berbentuk, keadaan yang ada adalah keadaan yang kacau balau.
Kisah ini berlawanan dengan mitos kafir pada masa itu. Kisah tersebut
mengisahkan bahwa hanya satu Allah yang menciptakan segala sesuatu. Penciptaan
tidak berasal dari peperangan antara dewa baik dan jahat.
Kisah penciptaan dari Kitab Kejadian 1:11-13 ini
diterangkan bahwa pada hari ketiga ini, Allah tidak menciptakan atau membuat
pohon dan tumbuhan, tetapi ia memerintahkan bumi untuk menghasilkan. Arti
teologi dari kisah ini adalah Allah memberikan kemampuan pada bumi untuk menghasilkan
tumbuh-tumbuhan dan terjadi atas perintahNya.[6]
Pada hari ketiga ini tampak dijelaskan ada cekungan besar antara bagian atas
dan perairan yang lebih rendah. Allah membatasi air di suatu tempat yaitu, laut
dan dataran kering yang tampak, yaitu bumi.[7]
V. Perbandingan Kisah Penciptaan
Tumbuh-Tumbuhan dan Kisah Penciptaan dalam Kejadian 1:11-13
Kisah penciptaan tumbuh-tumbuhan dalam budaya Jawa
seyogyanya dipengaruhi oleh keagamaan Hindu. Keagamaan Hindu berangsur-angsur mulai
merasuk dalam masyarakat Jawa. Meski saat ini kebanyakan dari orang jawa
beragama muslim, pengaruh Hindu masih sangat kental. Bila dibandingkan dengan
kisah penciptaan tumbuh-tumbuhan dalam Kitab Kejadian akan dijumpai kesamaan
dan perbedaannya. Konteks Hindu dan tradisi P (Yahudi) mempunyai banyak
kekhasan masing-masing yang mewarnai kedua kisah itu. Berikut perbandingan
antara kedua kisah tersebut.
PERBEDAAN
|
|
Penciptaan Tumbuh-tumbuhan dalam Budaya Jawa
|
Penciptaan
Tumbuh-tumbuhan dalam Kitab Kejadian 1:11-13
|
1. Banyak Dewa
Tumbuh-tumbuhan muncul dari jasad Nyi
Pohaci Sang Hyang Sri, namun secara tidak langsung para dewa juga ambil
bagian dalam kemunculan tumbuh-tumbuhan. Batara Guru rupanya bukanlah asal
muasal dari segala sesuatu seperti dalam Kej. 1:1. Ada pula Dewa Antaboga
yang memelihara telur itu dan ada saudara Batara Guru yaitu Batara Narada.
|
Monoteistis,
Satu Allah
Penciptaan dari satu Allah sangat tampak dalam
Kejadian 1:1 “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Pada ayat
3;6;9;11;14;20;24;26;29 diawali dengan ungkapan “berfirmanlah Allah…” ini
menekankan ke Esaan Allah dalam penciptaan alam semesta. Melalui sabda-Nya
segala sesuatu dijadikan
|
2. Penciptaan Muncul secara
Tiba-tiba
Kisah penciptaan tumbuhan muncul
secara tiba-tiba sebagai hasil dari kesucian Nyi Pohaci. Kemunculan
tumbuh-tumbuhan tidak dikehendaki oleh
siapapun. Rupanya Dewa dan manusia
sudah ada lebih dulu sebelum munculnya tumbuh-tumbuhan. Tidak
dikisahkan dengan jelas sumber kehidupan mereka. Apakah manusia mengikuti
pola hidup dewa? Juga tidak terlalu jelas
|
Penciptaan
dikehendaki oleh Allah
Kejadian 1:11 menjelaskan bahwa tumbuh-tumbuhan
dikehendaki oleh Allah, karena Allah bersabda, “Hendaklah tanah tanah
menumbuhkan tunas-tunas muda …” Penciptaan dihari ketiga ini lebih pada persiapan
untuk penciptaan selanjutnya. Allah menyiapkan suatu keadaan bagi hewan dan
manusia (Kej1:26-28). Penciptaan itu baik adanya
|
3. Penciptaan diakibatkan oleh berbagai
tindakan di Khayangan
Diawali dengan kisah
Batara Guru yang memerintahkan segenap dewa-dewi untuk membantu membangun
istana baru. Konflik berkecamuk dalam diri Antaboga, hingga sampai pada
kehadiran Nyi Pohaci. Penciptaan dipengaruhi oleh berbagai tindakan para dewa
|
Penciptaan
diakibatkan satu tindakan
Proses penciptaan tumbuh-tumbuhan sebagai hasil
dari tindakan tunggal Allah. Tidak ada hal-hal lain yang mempengaruhi proses
tindakan itu. Tidak ada konflik
didalamnya. Maka, yang mengakibatkan munculnya tumbuh-tumbuhan semua berasal
dari kreativitas Allah
|
PERSAMAAN
|
|
Penciptaan Tumbuh-tumbuhan
dalam Budaya Jawa
|
Penciptaan
Tumbuh-tumbuhan dalam Kitab Kejadian 1:11-13
|
1. Ciptaan berguna bagi manusia
Kesucian Dewi Sri Nampak pada namanya
sendiri, yaitu Sang Hyang. Sang Hyang berarti dewa atau mulia.[8]
Dewi Sri mencerminkan kehidupan sejati seorang Dewi. Jasadnya dibumi
memunculkan beraneka tumbuhan yang berguna bagi manusia
|
Penciptaan yang dilakukan Allah, baik adanya (Kej.
1:12). Tumbuh-tumbuhan ditujukan untuk kebaikan bagi keseluruhan penciptaan.
Pada hari yang ke enam Manusia dan binatang diciptakan dan, tumbuh-tumbuhan
itu berguna bagi kelangsungan hidup manusia.
|
2. Kedamaian mengalahkan kekacauan
Tumbuh-tumbuhan yang
muncul menjadi suatu harapan baru. Kekalutan khayangan di akhiri dengan kedamaian
di bumi (munculnya tumbuh-tumbuhan). Secara tidak langsung para dewa dalam khayangan
merasakan kedamaian yang dialami manusia, karena Dewa digambarkan hidup
bersama dengan manusia
|
Keadaan dunia yang kacau (chaos) atau gelap gulita
diubah oleh penciptaan alam semesta atas kuasa Allah. Allah memberikan suatu
bentuk kehidupan baru. Karena kebaikan ada pada Allah, maka ciptaan itu baik
adanya. Dari kekacauan menuju pada kedamaian dan keteraturan
|
VI.
Penutup
Kedua kisah telah
memberikan jawaban asal usul kisah penciptaan tumbuh-tumbuhan. Setelah dibandingkan, keduanya mempunyai
suatu penekanan masing-masing. Kisah dalam budaya Jawa tampak hanya sebagai
kisah yang mencoba memberikan jawaban atas penciptaan itu. Konsekuensinya,
manusia jawa yang mempunyai unsur dasar animisme dan dinamisme memunculkan
berbagai aliran kebatinan untuk menghormati keagungan para dewa-dewi tersebut.
Dalam kitab kejadian 1:11-13 yang hendak ditekankan adalah kisah penciptaan
tumbuh-tumbuhan diciptakan oleh satu Allah, Allah yang Esa, dan mau ditunjukkan
bahwa berkat sabda-Nya, segala penciptaan itu baik. Allah mempunyai kuasa atas
segala ciptaan-Nya, maka Allah patut di hormati dan disembah. Allah juga
berkuasa atas kegelapan. Allah sendiri berusaha mengubah kekacauan menjadi
suatu keadaan damai.
Daftar Pustaka
Alkitab
Deuterokanonika.
Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2007.
Lukefahr, Oskar.
A Catholic Guide to the Bible : Memahami
dan menafsir Kitab Suci Secara Katolik. Diterjemahkan oleh V. Prabowo Sakti
.Jakarta: Obor, 2007.
Mardiwasito,
L. Kamus Jawa Kuna Indonesia. Ende:
Arnoldus, 1981.
Murphy, Richard J – Clifford – Roland E. “Terminology
and Content of Genesis”, dalam Raymond e. Brown – Joseph A. Fitzmyer – Roland.
E. Murphy (ed.), The New Jerome Biblical
Commentary. London: Geoffery
Chapman, 1990.
Sopater, Sularso.
Mengenal Pokok-pokok Ajaran Pangestu.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987.
Viviano, Pauline
A. “Kejadian”, dalam Dianne Bergant-Robert J. Karris (ed.), Tafsir Alkitab
Perjanjian Lama (The Collegeville
Bible Comentary, 1989). Diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata. Yogyakarta:
Kanisius, 2002.
http:www.beritaunik.net/entertainment/cerita-rakyat-legenda-asal-usul-padi.html,
19 November 2011.
[1] http:www.beritaunik.net/entertainment/cerita-rakyat-legenda-asal-usul-padi.html,19
November 2011
[2] Sularso Sopater, Mengenal Pokok-pokok Ajaran Pangestu (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1987), hlm. 80.
[3] Oskar Lukefahr, A Catholic Guide to the Bible : Memahami dan
menafsir Kitab Suci Secara Katolik, diterjemahkan oleh V. Prabowo Sakti
(Jakarta: Obor, 2007), hlm. 56.
[4]
Oskar Lukefahr, A Catholic Guide …, hlm 56.
[5] “Kejadian”, dalam Alkitab Deuterokanonika (Jakarta:
Lembaga Alkitab Indonesia, 2007), hlm. 1.
[6] Richard J – Clifford – Roland E.
Murphy, “Terminology and Content of Genesis”, dalam Raymond e. Brown – Joseph
A. Fitzmyer – Roland. E. Murphy (ed.), The
New Jerome Biblical Commentary (London: Geoffery Chapman, 1990), hlm. 11.
[7]
Pauline A. Viviano,
“Kejadian”, dalam Dianne Bergant-Robert J. Karris (ed.), Tafsir Alkitab
Perjanjian Lama (judul asli: The Collegeville Bible Comentary),
diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 35.
[8] L. Mardiwasito, Kamus Jawa Kuna Indonesia (Ende:
Arnoldus, 1981), hlm. 229.
selesai juga
BalasHapus