Senin, 03 September 2012

Analisa dan Perbandingan Kitab Kejadian 1:11-13 dengan Kisah Penciptaan Tumbuh-tumbuhan dalam Budaya Jawa





Analisa dan Perbandingan Kitab Kejadian 1:11-13 dengan
Kisah Penciptaan Tumbuh-tumbuhan dalam Budaya Jawa

I.       Pengantar
Manusia dalam kebudayaannya mempunyai ciri khas masing-masing. Kebudayaannya itu dapat menghantarakan manusia pada sesuatu yang transenden, dan mulai mencari-cari makna dari hidupnya itu. Maka manusia mulai menyusun berbagai kisah yang dapat memberikan penghayatan bagi kehidupannya. Kisah penciptaan tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu kisah dari sekian banyak kisah penciptaan dalam budaya Jawa. Kisah ini dapat menghantarkan penghayatan kepercayaan orang jawa pada sesuatu yang Ilahi.
Kitab Kejadian Bab 1 juga memiliki kisah penciptaan yang berasal dari tradisi P (Imam) juga memuat iman kepercayaan orang Yahudi akan kekuatan yang Ilahi yang berasal dari satu Allah. Bila dibandingkan kisah penciptaan dalam budaya Jawa dan dalam Kitab Kejadian, akan membuka pengertian baru dalam diri kita, bahwa kisah penciptaan itu memberikan jawaban pada manusia atas asal-usul kehidupannya di dunia ini. Maka paper ini akan mengulas lebih jauh perbandingan kedua kisah tersebut, agar semakin jelas ditemukan keunikan masing-masing kisah, sambil tetap merefleksikannya dalam pemikiran Katolik.

II.    Kisah
  Kisah Penciptaan Tumbuh-tumbuhan dalam Budaya Jawa[1]
Dahulu kala di Kahyangan, Batara Guru yang menjadi penguasa tertinggi kerajaan langit, memerintahkan segenap dewa dan dewi untuk bergotong-royong, menyumbangkan tenaga untuk membangun istana baru di kahyangan. Siapapun yang tidak menaati perintah ini dianggap pemalas, dan akan dipotong tangan dan kakinya. Mendengar titah Batara Guru, Antaboga (Anta) sang dewa ular sangat cemas. Betapa tidak, ia samasekali tidak memiliki tangan dan kaki untuk bekerja.
Jika harus dihukum pun, tinggal lehernyalah yang dapat dipotong, dan itu berarti kematian. Anta sangat ketakutan, kemudian ia meminta nasihat Batara Narada, saudara Batara Guru, mengenai masalah yang dihadapinya. Tetapi sayang sekali, Batara Narada pun bingung dan tak dapat menemukan cara untuk membantu sang dewa ular. Putus asa, Dewa Anta pun menangis tersedu-sedu meratapi betapa buruk nasibnya.
Akan tetapi ketika tetes air mata Anta jatuh ke tanah, dengan ajaib tiga tetes air mata berubah menjadi mustika yang berkilau-kilau bagai permata. Butiran itu sesungguhnya adalah telur yang memiliki cangkang yang indah. Barata Narada menyarankan agar butiran mustika itu dipersembahkan kepada Batara Guru sebagai bentuk permohonan agar beliau memahami dan mengampuni kekurangan Anta yang tidak dapat ikut bekerja membangun istana.
Dengan mengulum tiga butir mustika, Anta pun berangkat menuju istana Batara Guru. Di tengah perjalanan, Anta bertemu dengan seekor burung gagak yang kemudian menyapa Anta. Karena mulutnya penuh berisi telur Anta hanya diam tak dapat menjawab pertanyaan si burung gagak. Sang gagak mengira Anta sombong sehingga ia amat tersinggung. Burung hitam itu pun menyerang Anta yang panik. Akibatnya sebutir telur mustika itu pecah. Anta segera bersembunyi di balik semak-semak menunggu gagak pergi. Tetapi sang gagak tetap menunggu hingga Anta keluar dari rerumputan dan kembali mencakar Anta. Telur kedua pun pecah, Anta segera melata beringsut lari ketakutan menyelamatkan diri, kini hanya tersisa sebutir telur mustika yang selamat, utuh dan tidak pecah.
Akhirnya Anta tiba di istana Batara Guru dan segera mempersembahkan telur mustika itu kepada sang penguasa kahyangan. Batara Guru dengan senang hati menerima persembahan mustika itu. Akan tetapi setelah mengetahui mustika itu adalah telur ajaib, Batara Guru memerintahkan Anta untuk mengerami telur itu hingga menetas. Setelah sekian lama Anta mengerami telur itu, maka telur itu pun menetas. Akan tetapi secara ajaib yang keluar dari telur itu adalah seorang bayi perempuan yang sangat cantik, lucu, dan menggemaskan. Bayi perempuan itu segera diangkat anak oleh Batara Guru dan permaisurinya.
Nyi Pohaci Sanghyang Sri adalah nama yang diberikan kepada putri itu. Seiring waktu berlalu, Nyi Pohaci tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik luar biasa. Seorang putri yang baik hati. Setiap mata yang memandangnya, dewa maupun manusia, segera jatuh hati pada sang dewi. Akibat kecantikan yang mengalahkan semua bidadari dan para dewi khayangan, Batara Guru sendiri pun terpikat kepada anak angkatnya itu. Diam-diam Batara guru menyimpan hasrat untuk mempersunting Nyi Pohaci. Melihat gelagat Batara Guru itu, para dewa menjadi khawatir jika dibiarkan maka skandal ini akan merusak keselarasan di kahyangan. Maka para dewa pun berunding mengatur siasat untuk memisahkan Batara Guru dan Nyi Pohaci Sanghyang Sri.
Untuk melindungi kesucian Nyi Pohaci, sekaligus menjaga keselarasan rumah tangga sang penguasa kahyangan, para dewata sepakat bahwa tak ada jalan lain selain membunuh Nyi Pohaci. Para dewa mengumpulkan segala macam racun paling mematikan dan segera membubuhkannya pada minuman putri. Nyi Pohaci segera mati, para dewa pun panik dan ketakutan karena telah melakukan dosa besar membunuh gadis suci tak berdosa. Segera jenazah sang dewi dibawa turun ke bumi dan dikuburkan ditempat yang jauh dan tersembunyi.
Lenyapnya Dewi Sri dari kahyangan membuat Batara Guru, Anta, dan segenap dewata pun berduka. Akan tetapi sesuatu yang ajaib terjadi, karena kesucian dan kebaikan budi sang dewi, maka dari dalam kuburannya muncul beraneka tumbuhan yang sangat berguna bagi umat manusia. Dari kepalanya muncul pohon kelapa; dari hidung, bibir, dan telinganya muncul berbagai tanaman rempah-rempah wangi dan sayur-mayur; dari rambutnya tumbuh rerumputan dan berbagai bunga yang cantik dan harum; dari payudaranya tumbuh buah buahan yang ranum dan manis; dari lengan dan tangannya tumbuh pohon jati, cendana, dan berbagai pohon kayu yang bermanfaat; dari alat kelaminnya muncul pohon aren atau enau bersadap nira manis; dari pahanya tumbuh berbagai jenis tanaman bambu, dan dari kakinya mucul berbagai tanaman umbi-umbian dan ketela; akhirnya dari pusaranya muncullah tanaman padi, bahan pangan yang paling berguna bagi manusia.

III.   Ulasan Kisah Penciptaan Tumbuh-tumbuhan dalam Budaya Jawa
a.    Bagian Pertama
Cerita mengisahkan suatu keadaan masyarakat yang mempunyai hirarki dan mempunyai aturan-aturan. Struktur kepemimpinan lebih menyerupai suatu kerajaan, karena cerita memberikan penjelasan tempat tinggal, yaitu suatu istana. Pemimpin yang paling tinggi bernama Batara Guru. Otoritas tertinggi ada padanya, dan dia berhak memberikan perintah kepada siapa saja, dan dewa-dewi bawahannya harus mematuhi perintahnya.
            Ada sang dewa ular yang bernama Antaboga. Dia merasa tidak akan dapat selalu mematuhi perintah Batara Guru, karena keterbatasan dirinya. Anta mengalami suatu konflik dalam dirinya. Jika ia tidak mematuhi perintah, maka hanya tinggal lehernya yang akan dipotong. Airmatanya yang jatuh telah menjadi butiran-butiran mustika. Perubahan tetesan air mata menjadi mustika tidaklah terlalu jelas. Bisa dikatakan bahwa ada suatu kuasa lain yang dapat menjanjikan pengharapan baru akan hidup Anta. Bagian pertama ini, ditampakkan unsur kegalauan dari nasib dewa ular. Konflik muncul lagi disaat Anta sedang membawa mustika itu. Mustika yang tersisa tinggal satu. Inti dari bagian pertama ini adalah menceritakan kegalauan seorang dewa ular, yang akhirnya dianugerahi dengan suatu peristiwa yang membawa kehidupan baginya. Disaat merasa tak berdaya, dan merasa tak ada gunanya, disitulah ditemukan arti dalam diri kita.

b.   Bagian Kedua
Dikisahkan dewa Anta tiba di istana dan mempersembahkan mustika yang rupanya telur itu kepada Batara Guru. Dari telur itu keluarlah anak gadis dan diberi nama Nyi Pohaci Sang Hyang Sri. Nyi Pohaci diperebutkan oleh para dewa, hinga ada kesepakatan untuk membunuhnya. Nyi Pohaci dubunuh dan jasadnya dibuang ke sungai.
Hawa nafsu rupanya sesekali menyelinap dalam diri para dewa. Nyi Pohaci diperebutkan oleh para dewa dan manusia. Manusia telah ada dan menjadi bagian kehidupan dari para dewa-dewi. Skandal memuncak pada keinginan Batara Guru untuk mempersunting anak angkatnya sendiri. Tak ada jalan lain, Nyi Pohaci akhirnya dibunuh.
Nyi Pohaci Sang Hyang Sri adalah gadis yang baik hati. Kehidupan dan kematiannya telah membawa suatu perubahan besar dalam khayangan. Sikap ini memunculkan 2 ekstrim yang saling bertentangan, yaitu ketulusan dan kejahatan. Meskipun konflik masih terus berlangsung dan diakhiri dengan kematian Nyi Pohaci, benih-benih kebaikan Nyi Pohaci masih tersimpan dalam jasad Nyi Pohaci.

c.    Bagian Ketiga
Kehidupan baru telah dimulai. Wujud dari kehidupan ini adalah tumbuh-tumbuhan. Tampaknya sebelum jenasah Nyi Pohaci dibuang ke bumi, manusia selalu berharap akan jaminan kehidupannya kepada dewa-dewi. Tumbuhan yang muncul dari jasad Nyi Pohaci ini telah membawa harapan baru akan hidup manusia. Jelas bahwa bumi sudah ada lebih dulu, dan 2 unsur yang menyelimuti bumi, yaitu tanah dan air ada di dalamnya. Maka, tumbuh-tumbuhan yang muncul itu pasti dipengaruhi oleh tanah dan air. Maka apabila tumbuh-tumbuhan itu mati, maka akan kembali kepada dua unsur yang mempengaruhi penciptaan itu, yaitu air dan tanah[2].
IV.   Kejadian 1: 11-13
Kitab Kejadian adalah sebuah Kitab yang bagi orang-orang Israel berfungsi sebagai pengingat asal usul keluarga mereka melalui garis keturunan Abraham, Ishak dan Yakub. Kitab Kejadian juga menyangkut asal mula alam semesta.[3] Kisah penciptaan ini bersifat naratif yang menguraikan ciptaan dan mempunyai ciri yang kental dalam budaya dunia timur. Bab satu menguraikan ciptaan dunia oleh Elohim didalam enam hari atas sabdaNya, dan mencakup penciptaan manusia pada hari yang keenam. Hari ketujuh adalah hari yang ditetapkan Tuhan sebagai hari yang kudus, karena pada hari yang ketujuh, Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang dibuatnya itu (Kej. 2:2-3).
Kisah penciptaan dari Bab 1 terdiri atas delapan tindakan penciptaan dalam enam kerangka hari yang diikuti hari ketujuh, hari beristirahat. Kejadian bab 1 dibagi atas dua bagian, masing-masing mempunyai 3 kisah. Hari pertama (Kej. 1:3-5), membagi gelap dan terang; hari kedua (Kej. 1:6-8), membagi perairan dan langit; hari ketiga ( Kej. 1:11-13), membagi laut dari daratan. Hari keempat sampai hari keenam terdapat pada pembagian yang kedua, dan menempati tiap-tiap peristiwa pada hari pertama sampai hari ketiga. Hari keempat (Kej. 1:14-19), yang mengisahkan penciptaan benda-benda penerang menempati kisah penciptaan pada hari pertama; hari kelima (Kej. 1:20-23), yang mengisahkan penciptaan burung-burung dan ikan menempati peristiwa penciptaan pada hari yang kedua, yaitu penciptaan air dan langit. Hari keenam (Kej. 1:26-28), binatang dan manusia ditempatkan pada daratan di hari yang ke tiga.[4]
Hari ke tiga akan dibahas lebih lanjut karena sebagai perbandingan atas penciptaan tumbuh-tumbuhan dalam budaya jawa, Kejadian 1: 11-13

Berfirmanlah Allah: “Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi.” Dan jadilah demikian. Tanah itu menumbuhkan  tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghsailkan buah yang berbiji. Allah melihat bahwa semuanya itu baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari ke tiga.[5]

Ayat-ayat pembuka sebelumnya mengemukakan Allah sebagai pelaku utama. Kejadian satu juga menerangkan bahwa sebelum tindakan Allah, dunia belum berbentuk, keadaan yang ada adalah keadaan yang kacau balau. Kisah ini berlawanan dengan mitos kafir pada masa itu. Kisah tersebut mengisahkan bahwa hanya satu Allah yang menciptakan segala sesuatu. Penciptaan tidak berasal dari peperangan antara dewa baik dan jahat.
Kisah penciptaan dari Kitab Kejadian 1:11-13 ini diterangkan bahwa pada hari ketiga ini, Allah tidak menciptakan atau membuat pohon dan tumbuhan, tetapi ia memerintahkan bumi untuk menghasilkan. Arti teologi dari kisah ini adalah Allah memberikan kemampuan pada bumi untuk menghasilkan tumbuh-tumbuhan dan terjadi atas perintahNya.[6] Pada hari ketiga ini tampak dijelaskan ada cekungan besar antara bagian atas dan perairan yang lebih rendah. Allah membatasi air di suatu tempat yaitu, laut dan dataran kering yang tampak, yaitu bumi.[7] 

V.   Perbandingan Kisah Penciptaan Tumbuh-Tumbuhan dan Kisah Penciptaan dalam Kejadian 1:11-13
Kisah penciptaan tumbuh-tumbuhan dalam budaya Jawa seyogyanya dipengaruhi oleh keagamaan Hindu. Keagamaan Hindu berangsur-angsur mulai merasuk dalam masyarakat Jawa. Meski saat ini kebanyakan dari orang jawa beragama muslim, pengaruh Hindu masih sangat kental. Bila dibandingkan dengan kisah penciptaan tumbuh-tumbuhan dalam Kitab Kejadian akan dijumpai kesamaan dan perbedaannya. Konteks Hindu dan tradisi P (Yahudi) mempunyai banyak kekhasan masing-masing yang mewarnai kedua kisah itu. Berikut perbandingan antara kedua kisah tersebut.

PERBEDAAN
Penciptaan Tumbuh-tumbuhan dalam Budaya Jawa
Penciptaan Tumbuh-tumbuhan dalam Kitab Kejadian 1:11-13

1.      Banyak Dewa
Tumbuh-tumbuhan muncul dari jasad Nyi Pohaci Sang Hyang Sri, namun secara tidak langsung para dewa juga ambil bagian dalam kemunculan tumbuh-tumbuhan. Batara Guru rupanya bukanlah asal muasal dari segala sesuatu seperti dalam Kej. 1:1. Ada pula Dewa Antaboga yang memelihara telur itu dan ada saudara Batara Guru yaitu Batara Narada.

Monoteistis, Satu Allah
Penciptaan dari satu Allah sangat tampak dalam Kejadian 1:1 “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Pada ayat 3;6;9;11;14;20;24;26;29 diawali dengan ungkapan “berfirmanlah Allah…” ini menekankan ke Esaan Allah dalam penciptaan alam semesta. Melalui sabda-Nya segala sesuatu dijadikan

2.      Penciptaan Muncul secara Tiba-tiba
Kisah penciptaan tumbuhan muncul secara tiba-tiba sebagai hasil dari kesucian Nyi Pohaci. Kemunculan tumbuh-tumbuhan  tidak dikehendaki oleh siapapun. Rupanya Dewa dan manusia  sudah ada lebih dulu sebelum munculnya tumbuh-tumbuhan. Tidak dikisahkan dengan jelas sumber kehidupan mereka. Apakah manusia mengikuti pola hidup dewa? Juga tidak terlalu jelas

Penciptaan dikehendaki oleh Allah
Kejadian 1:11 menjelaskan bahwa tumbuh-tumbuhan dikehendaki oleh Allah, karena Allah bersabda, “Hendaklah tanah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda …” Penciptaan dihari ketiga ini lebih pada persiapan untuk penciptaan selanjutnya. Allah menyiapkan suatu keadaan bagi hewan dan manusia (Kej1:26-28). Penciptaan itu baik adanya

3.      Penciptaan diakibatkan oleh berbagai tindakan di Khayangan
Diawali dengan kisah Batara Guru yang memerintahkan segenap dewa-dewi untuk membantu membangun istana baru. Konflik berkecamuk dalam diri Antaboga, hingga sampai pada kehadiran Nyi Pohaci. Penciptaan dipengaruhi oleh berbagai tindakan para dewa

Penciptaan diakibatkan satu tindakan
Proses penciptaan tumbuh-tumbuhan sebagai hasil dari tindakan tunggal Allah. Tidak ada hal-hal lain yang mempengaruhi proses tindakan  itu. Tidak ada konflik didalamnya. Maka, yang mengakibatkan munculnya tumbuh-tumbuhan semua berasal dari kreativitas Allah

           
PERSAMAAN
Penciptaan Tumbuh-tumbuhan dalam Budaya Jawa
Penciptaan Tumbuh-tumbuhan dalam Kitab Kejadian 1:11-13

1.      Ciptaan berguna bagi manusia
Kesucian Dewi Sri Nampak pada namanya sendiri, yaitu Sang Hyang. Sang Hyang berarti dewa atau mulia.[8] Dewi Sri mencerminkan kehidupan sejati seorang Dewi. Jasadnya dibumi memunculkan beraneka tumbuhan yang berguna bagi manusia


Penciptaan yang dilakukan Allah, baik adanya (Kej. 1:12). Tumbuh-tumbuhan ditujukan untuk kebaikan bagi keseluruhan penciptaan. Pada hari yang ke enam Manusia dan binatang diciptakan dan, tumbuh-tumbuhan itu berguna bagi kelangsungan hidup manusia.

2.      Kedamaian mengalahkan kekacauan
Tumbuh-tumbuhan yang muncul menjadi suatu harapan baru. Kekalutan khayangan di akhiri dengan kedamaian di bumi (munculnya tumbuh-tumbuhan). Secara tidak langsung para dewa dalam khayangan merasakan kedamaian yang dialami manusia, karena Dewa digambarkan hidup bersama dengan manusia


Keadaan dunia yang kacau (chaos) atau gelap gulita diubah oleh penciptaan alam semesta atas kuasa Allah. Allah memberikan suatu bentuk kehidupan baru. Karena kebaikan ada pada Allah, maka ciptaan itu baik adanya. Dari kekacauan menuju pada kedamaian dan keteraturan

VI.   Penutup
Kedua kisah telah memberikan jawaban asal usul kisah penciptaan tumbuh-tumbuhan.  Setelah dibandingkan, keduanya mempunyai suatu penekanan masing-masing. Kisah dalam budaya Jawa tampak hanya sebagai kisah yang mencoba memberikan jawaban atas penciptaan itu. Konsekuensinya, manusia jawa yang mempunyai unsur dasar animisme dan dinamisme memunculkan berbagai aliran kebatinan untuk menghormati keagungan para dewa-dewi tersebut. Dalam kitab kejadian 1:11-13 yang hendak ditekankan adalah kisah penciptaan tumbuh-tumbuhan diciptakan oleh satu Allah, Allah yang Esa, dan mau ditunjukkan bahwa berkat sabda-Nya, segala penciptaan itu baik. Allah mempunyai kuasa atas segala ciptaan-Nya, maka Allah patut di hormati dan disembah. Allah juga berkuasa atas kegelapan. Allah sendiri berusaha mengubah kekacauan menjadi suatu keadaan damai.
Daftar Pustaka

Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2007.

Lukefahr, Oskar. A Catholic Guide to the Bible : Memahami dan menafsir Kitab Suci Secara Katolik. Diterjemahkan oleh V. Prabowo Sakti .Jakarta: Obor, 2007.

Mardiwasito, L. Kamus Jawa Kuna Indonesia. Ende: Arnoldus, 1981.

Murphy,  Richard J – Clifford – Roland E. “Terminology and Content of Genesis”, dalam Raymond e. Brown – Joseph A. Fitzmyer – Roland. E. Murphy (ed.), The New Jerome Biblical Commentary.  London: Geoffery Chapman, 1990.

Sopater, Sularso. Mengenal Pokok-pokok Ajaran Pangestu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987.

Viviano, Pauline A. “Kejadian”, dalam Dianne Bergant-Robert J. Karris (ed.), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (The Collegeville Bible Comentary, 1989). Diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata. Yogyakarta: Kanisius, 2002.

http:www.beritaunik.net/entertainment/cerita-rakyat-legenda-asal-usul-padi.html,
19 November 2011.


[1] http:www.beritaunik.net/entertainment/cerita-rakyat-legenda-asal-usul-padi.html,19 November 2011
[2] Sularso Sopater, Mengenal Pokok-pokok Ajaran Pangestu (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987), hlm. 80.

[3] Oskar Lukefahr, A Catholic Guide to the Bible : Memahami dan menafsir Kitab Suci Secara Katolik, diterjemahkan oleh V. Prabowo Sakti (Jakarta: Obor, 2007), hlm. 56.

[4] Oskar Lukefahr, A Catholic Guide …, hlm 56.

[5] “Kejadian”, dalam Alkitab Deuterokanonika (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2007), hlm. 1.

[6] Richard J – Clifford – Roland E. Murphy, “Terminology and Content of Genesis”, dalam Raymond e. Brown – Joseph A. Fitzmyer – Roland. E. Murphy (ed.), The New Jerome Biblical Commentary  (London: Geoffery Chapman, 1990), hlm. 11.

[7] Pauline A. Viviano, “Kejadian”, dalam Dianne Bergant-Robert J. Karris (ed.), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (judul asli: The Collegeville Bible Comentary), diterjemahkan oleh A. S. Hadiwiyata (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 35.

[8] L. Mardiwasito, Kamus Jawa Kuna Indonesia (Ende: Arnoldus, 1981), hlm. 229.

1 komentar: