Senin, 03 September 2012

Mencapai Kebebasan Manusia yang Kreatif dan Bertanggung Jawab



Mencapai Kebebasan Manusia yang Kreatif dan Bertanggung Jawab

I.         Pengantar
Kebebasan sesungguhnya mempunyai arti dan peranan yang prinsipil dalam kehidupan manusia. Kebebasan tidak tergantung pada perkataan dan sikap orang lain. Manusia mencapai kebebasan disaat dirinya dapat memutuskan sesuatu yang penting dalam hidupnya, sesuatu yang berguna dan tanpa paksaan dari manapun. Kebebasan muncul dari buah refleksi dan pemikirannya sendiri. Namun, masih banyak masyarakat yang menyalahgunakan arti kebebasan demi mencapai kesenangan sendiri. Kebebasan adalah usaha menghantarkan keutuhan diri manusia sebagai cermin kebebasan Allah.
Bebas sebebas-bebasnya bukanlah bagian dari kebebasan. Apalagi jika kita berbuat yang menurut kita baik, tapi perbuatan itu sangat merugikan orang lain. Kejatuhan manusia dalam dosa adalah bentuk kebebasan yang disalahgunakan. Manusia telah menjauh dari sumber kebebasan Ilahi dan akhirnya kebebasan yang disalahgunakan itu menarik manusia dalam kebebasan semu. Maka kebebasan yang sejati dapat kita lihat dari kebebasan Allah dalam diri Yesus Kristus. Kebebasan kita terikat kepada kebebasan Allah sang pencipta.

II.      Isi
2.1    Makna Kebebasan
Membahas tuntas mengenai arti kebebasan tidaklah mudah, apalagi menyangkut eksistensi manusia dalam kebebasannya. Juga sekaligus membahas partisipasi manusia dalam kebebasan Allah. Hal yang akan ditekankan adalah kebebasan manusia itu dalam seluruh pergumulan hidupnya, seluruh totalitas diri manusia.
Manusia adalah makhluk jasmani dan sekaligus rohani. Kemanusiaannya terikat pada ruang dan waktu. Melalui tubuh, ia menghadirkan suatu ciri khas yang dimiliki seorang manusia sebagai suatu jalan interaksi bagi dunia di sekitarnya. Tubuh ini juga sekaligus sebagai perwujudan kebebasan manusia.
Kebebasan dipandang sebagai cara berada. Seorang ketua lingkungan harus dapat menggunakan kebebasan diri dalam bersikap di Gereja, tempat kerja, masyarakat, dsb. Seorang ketua lingkungan tidak dapat menggunakan kebebasan sesuka hati tanpa memperhatikan keadaan orang lain. Kebebasan manusia itu adalah kebebasan di dalam situasi, yakni suatu kebebasan yang terjelma yang berada dalam dimensi keutuhan diri manusia.[1] Keutuhan yang dimaksud adalah fisik manusia dan relasinya dengan dunia kehidupannya.

2.2    Kebebasan yang Kreatif
Bagaimanapun kebebasan dan kedamaian hanya ada dalam jiwa, atau kemerdekaan yang hanya terletak pada perjalanan kedalaman batin manusia, tidaklah mempunyai kebebasan. Sabda Tuhan memampukan manusia mewujudkan semangat yang tampak dalam dunia dan mengambil jasmani dunia kepada kebebasan dari dosa.[2] Bernard Häring menjelaskan bahwa Sabda Allah dapat menjadi sumber pencapaian kebebasan manusia, bukan sekedar perjalanan batin manusia. Pemikiran ini menggambarkan  bahwa Allah selalu menuntun kebebasan manusia. Kebebasan manusia yang utama adalah usaha untuk sepenuhnya mengarah kepada bimbingan Allah sebagai wujud ketaatan ciptaan kepada Sang Pencipta.
Kebebasan kreatif ini mencakup segala aspek hidup manusia. Kebebasan kreatif tidak hanya menyangkut cara menganalisa, tapi juga menyangkut pola dan watak yang terlibat dalam upaya itu. Kebebasan yang kreatif selalu muncul dari suara hati yang tidak dipengaruhi oleh hal-hal lain diluar dirinya. Suara hati itu sebagai wujud dari kehendak bebas. Kebebasan  ini menyangkut eksistensi manusia. Kebebasan eksistensi manusia dapat dikaji dalam berbagai ilmu, salah satunya dalam arti sosiologis.
Dalam arti sosiologis, kebebasan manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial, komunitas, tempat seorang ambil bagian, dsb. Pengalaman kebebasan itu dipengaruhi oleh sifat dan watak seseorang.[3] Kebebasan dalam hidup seorang manusia itu harus dijaga dan  setiap manusia harus diberikan pendidikan dan pembiasaan yang baik. Seorang anak yang hidup dalam ketakutan atas otoritas dari orangtuanya akan merusak kebebasan seorang anak tersebut. Iklim seperti ini tidaklah baik. Pendidikan dan pembiasaan semacam ini akan menghasilkan pribadi yang takut mengambil suatu keputusan akan kebebasannya.
2.3    Kebebasan Itu Bertanggung Jawab
Manusia yang bertindak harus mampu mempertanggungjawabkan tindakannya itu. Seseorang yang bertanggung jawab harus memberikan penjelasan secara otentik, sesuai dengan kenyataan. Agar tindakan dan perkataan seseorang dapat dipertanggungjawabkan, maka tindakan itu harus dilaksanakan dalam diri manusia yang bebas.[4] Orang yang bertindak bebas secara kreatif, harus mampu mempertanggungjawabkan secara kreatif pula.
Bernard Häring menjelaskan sikap bertangung jawab dengan bercermin pada kesetiaan Allah. Kesetiaan Kristus membuat kita menjadi bebas, mengharuskan kita untuk tidak membatasi pada bidang kebebasan apapun kecuali kebebasan dalam dirinya.[5] Maksudnya adalah bahwa kita tidak boleh terikat pada kebebasan apapun, kecuali dalam dirinya sendiri, karena dalam dirinya terkandung karya kebebasan Allah dalam kesetiaan-Nya.
Manusia diciptakan secitra dengan Allah (Kej. 1:26-27), dan diperintahkan untuk menguasai dan memelihara bumi. Dengan demikian, manusia menjadi partner Allah dalam penciptaan dunia. Maka manusia harus mampu mempertanggungjawabkan segala kuasa yang diberikan Allah padanya, dengan kata lain tanggung jawab itu adalah relasi personal antara Allah dan manusia. Makna dari tanggung jawab yang terdalam dalam diri manusia adalah secara bebas mempercayakan seutuhnya kepada Tuhan. Pengalaman penyerahan diri pada Allah ini menyangkut seluruh eksistensi manusia.

III.   Penutup
Kebebasan yang kreatif harus diimbangi dengan kebebasan yang bertanggung jawab. Kiranya ini menjadi suatu kesatuan yang penting. Kebebasan itu tidak akan menjadi kreatif jika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Kita bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari setiap keputusan dan tindakan yang kita lakukan.  Hendaknya kita berhati-hati dalam menentukan setiap keputusan serta akibatnya bagi orang lain.
Maka kesatuan atas kebebasan yang kreatif dan kebebasan yang bertanggungjawab mengandung suatu unsur keterbukaan total atas rahmat Allah. Manusia harus senantiasa menyadari rahmat Allah, dengan cara terus menerus memurnikan hati, mewujudkan keikhlasan diri demi tercapainya suatu kebebasan yang murni, dan mencapai suatu motivasi kebebasan yang bertanggung jawab dan kreatif.

Daftar Pustaka

Chang, William. Pengantar Teologi Moral. Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Häring, Bernard. Free and Faithful in Christ – Moral Theology for Priests and Laity – vol 1. Philippines: Claretian Publication, 1985.

Sujoko, Albertus. Belajar Menjadi Manusia – Berteologi menurut Bernard Häring, CSsR. Yogyakarta: Kanisius, 20008.






[1] William Chang, Pengantar Teologi Moral (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 58.

[2] Bernard Häring, Free and Faithful in Christ – Moral Theology for Priests and Laity – volume 1 (Philippines: Claretian Publication, 1985), hlm. 151.

[3] Albertus Sujoko, Belajar Menjadi Manusia-Berteologi menurut Bernard Häring, CSsR (Yogyakarta: Kanisius, 20008), hlm 91.
[4] William Chang, Pengantar Teologi …, hlm. 58.

[5] Bernard Häring, Free and Faithful …, hlm.75.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar